Manggarai Barat merupakan salah satu kabupaten yang menjadi bagian dari provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Berbeda dengan kabupaten Manggarai Tengah atau Manggarai Timur, Manggarai Barat kian hari kian disorot bukan hanya oleh masyarakat Indonesia tetapi juga oleh masyarakat Internasional.
Alasan utamanya yakni karena berbagai potensi yang menjadi aset kabupaten Manggarai Barat. Terlebih potensi pariwisata yang unik dan menarik. Tak dapat dimungkiri, kabupaten Manggarai Barat atau yang juga familiar dengan sebutan Mabar merupakan salah satu kabupaten dengan potensi pariwisata yang sungguh mengagumkan.
Berbagai tempat pariwisata yang berlokasi di daerah Manggarai Barat tengah gencar di promosikan di kancah Internasional. Pemerintah giat melakukan berbagai perbaikan infrastruktur demi menunjang segala potensi tersebut. Alhasil, Manggarai Barat, khususnya Labuan Bajo, kian kemari kian ramai dikunjungi.
Sebagai orang asli Manggarai Barat, kepada saya kerap diberikan pertanyaan seputar Manggarai Barat. Jawaban saya tentu saja selalu berbeda. Toh tergantung pertanyaan yang diberikan oleh orang yang bertanya, lebih khusus oleh teman saya yang kerap kali berposisi sebagai penanya aktif.
Jujur, saya bangga sekali karena menjadi bagian dari Manggarai Barat. Saya merasa seperti menjadi orang terpilih yang diberi rahmat untuk menjadi bagian dari Manggarai Barat. Sebab tidak semua orang berasal dari daerah Manggarai Barat.
Banyak sekali teman-teman saya yang mengaku ingin menjadi masyarakat Manggarai Barat. Tetapi sebenarnya menjadi masyarakat Manggarai Barat adalah hal yang biasa-biasa saja. Tidak ada yang bisa dibanggakan dari Manggarai Barat selain tempat wisatanya yang sungguh mengagumkan. Dalam tulisan ini, saya bermaksud menampilkan sisi lain sebagai masyarakat Manggarai Barat agar dari hari ke hari jumlah teman saya yang ingin menjadi masyarakat Manggarai Barat tidak bertambah.
Menjadi masyarakat Manggarai Barat sebenarnya tidak baik-baik saja. Tidak seperti yang dipikirkan teman-teman saya. Tidak seperti yang dikira oleh kita semua. Ada banyak hal yang kadang-kadang membuat saya menyesal karena menjadi masyarakat Manggarai Barat. Misalnya terkait infrastruktur jalan di kampung-kampung.
Memang urusan memperbaiki akses jalan bukan menjadi problem yang dialami oleh masyarakat Manggarai Barat saja. Tetapi di Manggarai Barat, akses jalan yang tidak diperhatikan oleh pemerintah telah menorehkan cerita miris. Jika tidak percaya, saya menyarankan siapa pun yang membaca tulisan sederhana saya ini untuk cek di Kompas.com edisi 30 November 2021. Nanti kita akan dipertemukan dengan berita miris yang terjadi di Manggarai Barat.
Ada baiknya kalau saya sedikit menceritakan cerita miris itu dalam tulisan saya ini. Pada akhir medio November 2021, publik dikejutkan oleh berita tentang seorang ibu yang terpaksa melahirkan di tengah jalan. Ibu itu diketahui hendak melahirkan. Ketika meminta bantuan kepada pihak puskesmas yang letaknya kurang lebih 5 km dari tempat tinggal ibu tersebut, pihak puskesmas mengatakan bahwa mobil ambulans tidak dapat menjemput ibu tersebut sebab akses jalan yang parah.
Akhirnya warga bahu membahu menolong ibu tersebut. Dengan menggunakan tandu, mereka rela berjalan kaki demi membawanya ke puskesmas sehingga mendapat pertolongan sebagaimana layaknya ibu yang melahirkan. Sungguh disayangkan, belum sampai di tempat tujuan, ibu tersebut melahirkan. Tepat di tengah jalan yang rusak parah.
Itu hal pertama yang membuat saya berkesimpulan bahwa menjadi masyarakat Manggarai Barat sebenarnya tidak seenak yang dikira. Tentu bukan itu saja. Ada juga cerita lain yang kurang lebih sama. Kali ini cerita miris ini terjadi di daerah tempat tinggal saya.
Pada Jumat, 25 Februari 2022, saya yang adalah seorang pelajar yang belajar pada salah satu sekolah swasta di kota Ruteng, berkesempatan untuk pulang kampung sebab sekolah kami kembali memberlakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Belum sampai sehari saya berada di kampung, saya dikejutkan oleh berita dari keluarga saya yang tinggal di kampung yang sama tetapi tempat tinggal atau rumah yang berbeda.
Dalam telepon, sepupu saya mengatakan bahwa mama tua (istri dari kakaknya bapa) telah melahirkan. Bayinya lahir tepat pukul 12.00 dan pada pukul 13 lewat sekian menit bayi itu mengembuskan nafas terakhir. Mendengar itu, saya bersama seisi rumah bergegas menuju rumah duka.
Saya yang selalu percaya bahwa setiap kematian pasti ada sebab, berusaha semampu saya menanyakan sanak saudara yang kebetulan tahu perihal sebab kematian bayi yang baru lahir itu. Saya mendapatkan jawaban yang membuat nurani tersentuh dari opa saya.
Dari jawaban beliau, saya menjadi tahu bahwa bayi itu meninggal karena tidak mendapat pertolongan sebagaimana yang didapatkan bayi lain. Diceritakan bahwa pihak kesehatan dari puskesmas telah menyuruh sang ibu untuk melahirkan di puskesmas. Tetapi kembali lagi ke akses jalan.
Kita semua tentu sepakat jika Februari hingga April adalah musim hujan. Jalan yang rusak pasti akan tambah rusak. Mobil dan kendaraan lainnya pasti berpikir dua kali untuk masuk ke daerah-daerah yang akses jalannya rusak parah, sekalipun untuk alasan yang sangat mendesak.
Barangkali kita merasa jika kedua problem yang telah saya paparkan di atas masih belum cukup untuk mendasari pernyataan “menjadi masyarakat Manggarai Barat sebenarnya tidak seenak yang dikira”. Memang masih ada sekian banyak problem lain tetapi fokus saya dalam tulisan ini hanya pada dua problem tersebut.
Sebagai manusia yang benar-benar manusia, nurani saya sangat tersentuh dengan kedua kejadian yang terjadi di Manggarai Barat, daerah asal saya. Jika kita melihat persentase angka kematian ibu dan anak di negara kita, statistik masih menunjukkan jumlah yang terbilang cukup ekstrem. Untuk itu, berbagai upaya dilakukan pemerintah demi menekan problem itu.
Semoga saja perbaikan infrastruktur jalan masuk dalam skala prioritas pembangunan kabupaten Manggarai Barat, khususnya jalan di kampung saya dan kampung yang merasa seperti dianaktirikan oleh Manggarai Barat. Saya akui, Pemkab memang tidak hanya mengurus masalah seputar infrastruktur. Tentu ada banyak persoalan lain yang juga butuh perhatian. Tetapi sedikit perhatian Pemkab menjadi hal yang terlampau berharga bagi kami dan tentu saja bagi kampung-kampung yang nasib jalannya sama seperti kampung kami.
Saya tinggal di Desa Golobore, Kecamatan Ndoso. Dalam beberapa kesempatan akhir-akhir ini, saya ingin sekali mengajak bapak Bupati atau pejabat Mabar lainnya untuk berjalan-jalan di kampung saya. Saya ingin sekali beliau-beliau itu tahu betapa parahnya akses jalan menuju kampung saya.
Sebelum memberi titik terakhir pada tulisan ini, dengan rendah hati dan dari hati yang paling dalam saya menyampaikan sedikit usulan kecil. Ada baiknya kalau akses jalan di beberapa daerah di Mabar_yang notabene jalannya terlampau parah_masuk dalam skala prioritas pembangunan. Tujuannya tak lain agar tidak semakin banyak korban yang mati konyol akibat akses jalan yang parah.*
Komentar
Posting Komentar