Langsung ke konten utama

Final AFF dan Solidaritas Masyarakat Kita

Belum lama ini kesebelasan muda Indonesia yang diasuh oleh pelatih asal Korea Selatan berhasil keluar sebagai runner up dalam kompetisi AFF. Hasil tersebut diraih setelah melalui perjuangan berat yang tentu saja sangat melelahkan.

AFF (ASEAN Footbal Federation) merupakan kompetisi sepak bola paling bergengsi di daratan Asia Tenggara. Kompetisi tersebut melibatkan negara-negara yang berada di kawasan Tenggara. Kompetisi AFF tahun 2020 yang karena kendala situasi terpaksa dilaksanakan pada tahun 2021 menjadikan Singapura sebagai penyelenggara atau negara tuan rumah.

Dalam kompetisi tersebut, negara tuan rumah berhasil ditundukkan oleh timnas Indonesia di laga semifinal. Kekalahan tim tuan rumah membuat tim Indonesia secara pasti lolos ke babak berikutnya, yakni partai final.

Sementara itu, kesebelasan Thailand akhirnya memantapkan langkah mereka ke partai final setelah menaklukkan kesebelasan juara bertahan, Vietnam. Laga final akhirnya mempertemukan kesebelasan Thailand yang sebagian besarnya dihuni para pemain senior dan timnas Indonesia yang posisinya banyak diisi oleh para pemain muda yang sama sekali belum memiliki pengalaman yang matang.

Sejak babak penyisihan grup, timnas Indonesia seolah dipaksa melalui tantangan berat yang dipastikan tidak dialami oleh kesebelasan lainnya. Betapa tidak, sejak babak penyisihan grup kesebelasan Indonesia yang tergolong sebagai timnas termuda mendapatkan tekanan mental yang luar biasa sebab kemampuannya diremehkan tidak hanya oleh masyarakat negara-negara lain tetapi juga oleh masyarakat negara sendiri.

Namun timnas justru menunjukkan aksi menakjubkan selama merumput. Mereka berhasil memenangkan beberapa pertandingan selama kualifikasi sebelum akhirnya berhasil lolos ke partai final. Bahkan, timnas Indonesia tercatat sebagai kesebelasan paling produktif dalam menghasilkan gol.

Terus terang penulis sangat kagum dengan perjuangan kesebelasan muda Garuda. Harus diakui, mereka orang-orang luar biasa yang layak diapresiasi. Tak mengapa keluar sebagai runner up dan gagal menjadi first winner tetapi di usia yang masih sangat muda mereka telah menunjukkan bahwa masa depan dunia sepak bola kita akan sangat baik.

Terlepas dari kegagalan sebagai first winner, tentu saja ada begitu banyak nilai positif yang telah ditorehkan oleh kesebelasan Garuda. Uniknya nilai positif tersebut tidak hanya terbatas di lapangan hijau ketika merumput saja tetapi justru menular hingga jauh di luar lapangan.

AFF Bukan Sekadar Kompetisi Sepak Bola

Penulis dengan percaya diri menyebut bahwa AFF bukan sekadar kompetisi sepak bola bergengsi. Lebih jauh kompetisi AFF sebenarnya merupakan kompetisi yang mempererat ikatan persaudaraan masyarakat. Sadar atau tidak pergelaran AFF serentak merekatkan kembali rasa solidaritas yang sempat lebar menganga akibat pandemi yang belum juga berakhir.

Rasa solidaritas yang dipererat oleh kompetisi AFF memang tidak kentara ketika awal kompetisi dilaksanakan. Hal ini karena banyak masyarakat kita yang meremehkan kemampuan skuad muda kita.

Seiring berjalannya kompetisi rasa solidaritas tersebut semakin kentara. Terlebih ketika kompetisi memasuki partai semifinal. Masyarakat di berbagai daerah menggelar acara nonton bareng atau yang lazim disebut nobar untuk mendukung sekaligus mendoakan yang terbaik bagi timnas. Pergelaran nonton bareng secara tak sengaja merekatkan kembali solidaritas yang sempat retak akibat pandemi. Persisnya ini menjadi salah satu nilai positif yang perlu disadari bersama.

Tak dapat dimungkiri, sejak awal kemunculannya pandemi Covid-19 telah berhasil meluluhlantakkan tatanan masyarakat di segala lini kehidupan. Misalnya dalam bidang ekonomi, dampak buruk paling nyata ialah banyaknya para pekerja yang mau tak mau harus berhenti bekerja untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.

Tak hanya itu, masyarakat juga diperhadapkan pada situasi baru yakni melakukan segala aktivitas dari rumah masing-masing dengan memanfaatkan perangkat elektronik. Alhasil ada begitu banyak dampak negatif yang kemudian bermunculan. Relasi dengan sesama menjadi retak sebab masyarakat tidak diizinkan untuk meninggalkan rumah dengan alasan apapun.

Lebih parah lagi, pandemi seolah menjadi sekat kuat yang membatasi relasi antara masyarakat dengan sanak keluarga sendiri. Relasi dengan sanak keluarga tak lagi seintim seperti sebelum pandemi merebak. Larangan untuk berkerumun dan berkumpul diberlakukan pemerintah sebagai upaya memutuskan mata rantai penyebaran Covid-19.

Persis di tengah situasi yang demikian, kompetisi AFF digelar dengan protokol kesehatan yang ketat. Kita patut bersyukur lantaran kompetisi ini masih bisa digelar meski situasi dan kondisi belum sepenuhnya pulih. Secara pribadi penulis memandang pergelaran kompetisi AFF sebagai suatu rahmat yang memiliki peran besar dalam merekatkan kembali relasi dengan sesama yang telah retak. Sesungguhnya kompetisi AFF bukan sekadar kompetisi sepak bola.

Btw ini tulisan dibuat tepat setelah Thailand mengangkat piala. Sebenarnya ini tulisan penghibur supaya kekalahan atas Thailand tidak membuat suporter (terutama penulis sendiri) berlama-lama dalam galau yang akut.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Eleana

Aku sudah tidak tahu lagi Eleana sekarang sedang apa. Aku tidak lagi mendapat kabar darinya perihal saat ini ia sedang bersama siapa dan sedang menyelesaikan apa. Aku sudah tak lagi mengetahui urusan remeh temeh yang dilakukan Eleana. Padahal kami dulu akrab sekali. Bahkan aku pernah menulis puisi untuknya soal kedekatan kami. Bait terakhir dari puisi itu kira-kira seperti ini: “Kita semakin tak beda dengan semoga dan amin Kau semoga aku amin; atau sebaliknya Tetapi yang pasti tidak ada semoga yang sempurna tanpa amin” Sekarang masing-masing kami bersikeras menahan dera-dera kenyataan. Menghindari perjumpaan empat mata (memang kami tidak akan pernah berjumpa lagi) sambil tetap membiarkan sebagian dari diri berubah pelan-pelan. Menata bagian dari diri yang berantakan tanpa memaksakan apa yang sudah jadi urusan semesta. ***  Aku tidak mungkin salah ingat. Dulu, ketika masih dalam masa kuliah, Eleana paling sering menemani aku ke Gramedia. Sekalipun berjam-jam, ia selalu bersedia menu...

Memahami Air Mata Nai

Siapa sangka, Nai, gadis yang masih sungguh belia itu ternyata menyimpan masalah besar. Ia mencemaskan masalah-masalah yang tak biasa yang sebenarnya tidak untuk dicemaskan oleh gadis cilik berusia tujuh tahunan seperti Nai. Tetapi kenyataan tidak untuk ditolak atau diteriaki semampu. Di mana-mana kenyataan selalu untuk diterima. Entah semenyakitkan apapun itu. Nai terlahir sebagai anak tunggal. Ia gadis cantik yang tak banyak bicara. Nai suka diam. Padahal anak-anak seumurannya paling suka bercerita. Paling suka bermain-main sepanjang hari. Tanpa peduli betapa panas matahari membakar habis hari. Nai memang beda dengan anak-anak lainnya. Ia sangat pemalu. Mungkin selama ini kau sering melihat Nai menangis. Aku juga begitu. Ketika kebetulan lewat di luar gubuk tempat tinggalnya, seringkali aku melihat Nai duduk sendiri. Di sudut dekat rerimbun pohon pandan. Di sudut situ, Nai sering menangis sendiri. Ketika Naca ibunya belum pulang berkebun. Bukan di kebun sendiri. Tetapi menjadi buruh ...

Air Mata Bahagia Mama Rosalina

Suara Mama Rosalina mulai bergetar. Matanya tampak berkaca-kaca. Meski mengenakan kaca mata tetapi sama sekali air matanya masih sangat kentara. “No, Kita orang timur ini hanya modal sebagai PNS untuk menyekolahkan anak. Gaji PNS tidak seberapa jika dibandingkan dengan biaya kuliah dan biaya hidup mahasiswa sekarang. Tapi puji Tuhan, No keterbatasan itu sama sekali tidak pernah membuat mimpi tak tercapai” kata Mama Rosalina dengan logat khas Larantuka. Saya bersyukur sekali ketika mendapatkan kesempatan untuk mewawancarai Mama Rosalina. Kami bertemu dalam acara Farewell Party yang diadakan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Dalam acara itu, saya hadir sebagai jurnalis Lensafikom.com yang tengah meliput jalannya acara dan Mama Rosalina adalah orang tua dari mahasiswi asal Larantuka, NTT. Farewell Party merupakan acara perpisahan dengan mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi angkatan 2019 yang diwisuda pada Sabtu, 18 Maret 2023. Farewell Party diadakan pada...