Langsung ke konten utama

Seorang Siswa SMA Katolik St. Fransiskus Saverius Ruteng Terbitkan Buku Antologi Puisi

Siswa SMA Katolik St. Fransiskus Saverius Ruteng, Aprianus Defal Deriano Bagung berhasil menerbitkan sebuah buku antologi puisi tunggal. Penerbitan buku berjudul “Kemeja Kenangan” ini tentu merupakan sesuatu pencapaian yang luar biasa.

Apri Bagung mengungkapkan bahwa ia sangat berharap akan ada banyak siswa lain yang termotivasi.

“Secara pribadi saya harap semoga dengan melihat apa yang telah saya tunjukkan dapat menjadi semacam jalan yang juga harus di tapaki oleh siswa siswi lain di SMA Katolik St. Fransiskus Saverius Ruteng khususnya dan siswa siswi di mana pun umumnya,” ungkap Apri belum lama ini.

Apri pun membutuhkan dukungan dari banyak pihak yang memang berpotensi mendongkrak apa yang dia lakukan. Selebihnya, literasi mesti terus digalakkan secara berkelanjutan.

“Artinya agar semakin banyak orang yang bersedia menapaki literasi yang selama ini seperti menapaki jalan sunyi,” kata Apri.
 
Buku yang ditulis oleh Apri Bagung tersebut tengah gencar dipromosikan oleh banyak siswa yang berada di Fransiskus. Selain itu, pihak sekolah juga tengah mempromosikan buku tersebut dengan cara memuatnya di berbagai media online resmi milik sekolah.

Kepala Sekolah SMA Katolik St. Fransiskus Saverius Ruteng, Romo Martinus Wuang Wilian mengungkapkan bahwa sekolah sangat berbangga dengan prestasi yang diraih oleh siswanya.

“Sekolah tentu saja sangat berbangga dengan prestasi yang diraih oleh siswa atas nama Apri Bagung itu. Ini benar-benar merupakan suatu pencapaian yang luar biasa. Selama saya menjabat sebagai kepala sekolah SMA St. Fransiskus baru kali ini ada siswa yang berhasil menerbitkan buku,” ungkap Romo Martin.

“Bahkan dari kalangan para guru atau staf pengajar pun belum ada yang menerbitkan buku. Karena itu sebagai perwakilan lembaga sekolah, saya tentu saja sangat berbangga,” sambungnya.

Sama seperti sekolah-sekolah lainnya, SMA St. Fransiskus Saverius Ruteng tengah mencanangkan berbagai program baru yang pada dasarnya bermaksud untuk meningkatkan literasi di kalangan pelajar.

“Sekolah kami juga tengah berupaya untuk terus meningkatkan literasi di kalangan para siswa. Peningkatan literasi ini kami lakukan dengan cara memberi ruang bebas kepada para siswa untuk berekspresi. Sebab saya secara pribadi menilai bahwa sebenarnya setiap siswa memiliki potensi masing-masing. Namun potensi itu belum optimal digali dan dikembangkan oleh sekolah dan juga oleh peserta didik sendiri,” lanjut Romo Martin

Adapun beberapa upaya peningkatan literasi yang tengah dilakukan pihak sekolah yakni dengan memberikan kesempatan kepada para siswa untuk tampil berbicara di depan siswa lain. Secara bergilir para siswa akan tampil di hadapan semua siswa lain ketika kesempatan briefing pagi sebelum masuk kelas.

Hal demikian, kata Romo Martin, dilakukan demi membangun rasa percaya diri sekaligus demi meningkatkan literasi public speaking di kalangan peserta didik. Sekolah juga menyediakan kurang lebih 3-4 jam dalam seminggu sebagai jam literasi.

Romo Martin berharap semoga dengan adanya siswa yang menerbitkan buku, semakin banyak siswa lain yang juga ikut termotivasi.

“Harapannya semoga dengan adanya siswa yang berhasil menerbitkan buku semakin banyak siswa yang termotivasi untuk terus meningkatkan literasi,” jelas Romo Martin

Romo Martin mengatakan bahwa sebagai bentuk apresiasi, sekolah akan membeli sebanyak 50 eksemplar buku tersebut. Selain itu, sekolah juga akan menobatkan Aprianus Defal Deriano Bagung selaku penulis buku tersebut sebagai duta literasi internal sekolah SMA Katolik St. Fransiskus Saverius Ruteng.

“Sekolah sangat mengapresiasi siswa bersangkutan yang telah berhasil menerbitkan buku. Sebagai bentuk apresiasinya, sekolah telah memesan sebanyak 50 eksemplar buku yang akan terbit dan siswa yang menjadi penulis buku tersebut dinobatkan sebagai duta literasi sekolah,” pungkasnya.

Kontributor: Julius Alfred Pegili (Siswa kelas XII program Ilmu-ilmu Sains pada SMA Katolik St. Fransiskus Saverius Ruteng, Manggarai)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Eleana

Aku sudah tidak tahu lagi Eleana sekarang sedang apa. Aku tidak lagi mendapat kabar darinya perihal saat ini ia sedang bersama siapa dan sedang menyelesaikan apa. Aku sudah tak lagi mengetahui urusan remeh temeh yang dilakukan Eleana. Padahal kami dulu akrab sekali. Bahkan aku pernah menulis puisi untuknya soal kedekatan kami. Bait terakhir dari puisi itu kira-kira seperti ini: “Kita semakin tak beda dengan semoga dan amin Kau semoga aku amin; atau sebaliknya Tetapi yang pasti tidak ada semoga yang sempurna tanpa amin” Sekarang masing-masing kami bersikeras menahan dera-dera kenyataan. Menghindari perjumpaan empat mata (memang kami tidak akan pernah berjumpa lagi) sambil tetap membiarkan sebagian dari diri berubah pelan-pelan. Menata bagian dari diri yang berantakan tanpa memaksakan apa yang sudah jadi urusan semesta. ***  Aku tidak mungkin salah ingat. Dulu, ketika masih dalam masa kuliah, Eleana paling sering menemani aku ke Gramedia. Sekalipun berjam-jam, ia selalu bersedia menu...

Memahami Air Mata Nai

Siapa sangka, Nai, gadis yang masih sungguh belia itu ternyata menyimpan masalah besar. Ia mencemaskan masalah-masalah yang tak biasa yang sebenarnya tidak untuk dicemaskan oleh gadis cilik berusia tujuh tahunan seperti Nai. Tetapi kenyataan tidak untuk ditolak atau diteriaki semampu. Di mana-mana kenyataan selalu untuk diterima. Entah semenyakitkan apapun itu. Nai terlahir sebagai anak tunggal. Ia gadis cantik yang tak banyak bicara. Nai suka diam. Padahal anak-anak seumurannya paling suka bercerita. Paling suka bermain-main sepanjang hari. Tanpa peduli betapa panas matahari membakar habis hari. Nai memang beda dengan anak-anak lainnya. Ia sangat pemalu. Mungkin selama ini kau sering melihat Nai menangis. Aku juga begitu. Ketika kebetulan lewat di luar gubuk tempat tinggalnya, seringkali aku melihat Nai duduk sendiri. Di sudut dekat rerimbun pohon pandan. Di sudut situ, Nai sering menangis sendiri. Ketika Naca ibunya belum pulang berkebun. Bukan di kebun sendiri. Tetapi menjadi buruh ...

Air Mata Bahagia Mama Rosalina

Suara Mama Rosalina mulai bergetar. Matanya tampak berkaca-kaca. Meski mengenakan kaca mata tetapi sama sekali air matanya masih sangat kentara. “No, Kita orang timur ini hanya modal sebagai PNS untuk menyekolahkan anak. Gaji PNS tidak seberapa jika dibandingkan dengan biaya kuliah dan biaya hidup mahasiswa sekarang. Tapi puji Tuhan, No keterbatasan itu sama sekali tidak pernah membuat mimpi tak tercapai” kata Mama Rosalina dengan logat khas Larantuka. Saya bersyukur sekali ketika mendapatkan kesempatan untuk mewawancarai Mama Rosalina. Kami bertemu dalam acara Farewell Party yang diadakan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Dalam acara itu, saya hadir sebagai jurnalis Lensafikom.com yang tengah meliput jalannya acara dan Mama Rosalina adalah orang tua dari mahasiswi asal Larantuka, NTT. Farewell Party merupakan acara perpisahan dengan mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi angkatan 2019 yang diwisuda pada Sabtu, 18 Maret 2023. Farewell Party diadakan pada...