Siapa pun pasti tidak membantah kenyataan bahwa segala yang berasal dari mama selalu cuma-cuma. Mama selalu memberi segala dan selama itu pula mama tidak pernah menuntut agar kebaikannya dibalas. Di usia yang sudah tak lagi belia, ketakutan terbesar yang saya rasakan bukan lagi ketika mama marah. Konon ketika usia masih belum apa-apa, celaka adalah saat mama marah. Alasannya macam-macam. Yang pasti kemarahan mama dipicu oleh tingkah saya yang berlebihan yang kasarnya disebut nakal. Lagi-lagi di usia sekarang saya menjadi sadar. Konon ketika mama marah, kemarahannya adalah kasih sayang yang tumpah ruah; menuntun anaknya ke kanan ketika si anak mulai berjalan di kiri.
Saat ini, ketika menulis cerita ini (dan tidak tahu sampai kapan), ketakutan terbesar saya adalah ketika mama diam karena marah. Sampai kapanpun pasti selalu ada saat di mana untuk kesekian kalinya tingkah saya tidak berkenan di hati mama. Lalu mama marah tetapi cara marahnya sudah berbeda. Tidak seperti ketika saya kecil dulu. Sekarang marahnya adalah diam. Kadang pecah air mata di kelopaknya. Tidak ada yang lebih menyakitkan dari melihat air mata mama jatuh karena tingkah saya. Tidak ada yang lebih mengharukan dari memergoki mama sementara bersujud. Mulutnya komat-kamit menyebut satu per satu nama kami. Mama mengunyah nama kami setiap kali ia berdoa.
"Ma, saya mau bilang kalau saya ini adalah Puzzle yang kepingan terbesarnya tersusun oleh mama."
⸺⸻
Saya termasuk orang yang sama sekali tidak percaya dengan yang namanya balas jasa. Sekeras apapun usaha yang dilakukan oleh anak tetap tidak akan pernah benar-benar mampu membalas jasa orang tua. Bagi saya balas jasa adalah omong kosong. Saya bersedia dan bertekad untuk membuat mama dan bapa bahagia tetapi tidak berarti saya melakukan itu sebagai bentuk balas jasa. Saya melakukan itu sebab terlebih dahulu saya diperlakukan seperti itu, bahkan jauh lebih baik dari itu. Kebahagian-kebahagiaan saya tersusun dari doa-doa bapa dan mama yang selalu baru dari malam ke malam.
Ma, saya mau bilang kalau saya ini adalah Puzzle yang kepingan terbesarnya tersusun oleh mama. Saya bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa andaikata mama tidak pertaruhkan segala. Saya mau bilang terima kasih banyak. Terima kasih seribu; beribu-ribu.
Kepingan lain diri saya adalah bapak. Saya selalu ingin memeluk bapak tetapi bingung memulainya seperti apa. Sering pura-pura kuat karena angkuh. Saya mau bilang terima kasih banyak kepada bapak. Terima kasih untuk segala usaha hingga keringat darah. Terima kasih, dari mulai hal-hal biasa hingga hal-hal luar biasa yang saya sendiri tidak pernah berniat membalas itu semua sebab saya tahu, balas jasa adalah omong kosong. Mustahil. Terima kasih untuk bunyi dering telepon tiga kali sehari. Walau hanya sekadar tanya kabar dan mengingatkan makan. Terima kasih untuk amarah yang tak tahan-tahan sehingga saya paham bahwa terkadang cara paling kasar adalah sayang paling dalam. Terima kasih banyak untuk segala kepercayaan yang hingga hari ini tidak pernah diambil dari saya. Sewaktu-waktu, kalau kepercayaan itu hilang, saya tidak tahu harus seperti apa. Tetapi saya akan berusaha sekuat tenaga untuk tetap merawat kepercayaan itu.
Yang paling penting, terima kasih karena selalu menjadi sayap-sayap mimpi yang membuat mimpi-mimpi saya tetap di angkasa. Jangan pernah patah; jangan juga kalah. Sekarang saya sedang peluk diri. Tidak peduli dengan apa yang dikata orang. Tidak peduli dengan segala yang terjadi di luar diri. Saya sekarang sedang peluk diri; peluk bapa dan mama.
👍
BalasHapus