Catatan Perjalanan #1
(Cerita Seputar Kegiatan Mafindo Antihoaks Award
2023)
Undangan dari ibukota saya terima via WhatsApp. Jemari
sempat ragu untuk klik sebab sekarang modus penipuan juga terjadi salah satunya
dengan mengirim undangan via WhatsApp, entah undangan pernikahan ataupun
undangan untuk kegiatan lainnya. Dengan teliti dan penuh waspada saya mengecek
kontak si pengirim. Memastikan bahwa memang benar undangan yang saya terima
tidak akan menjerumuskan saya untuk menelanjangi diri; menyerahkan data-data
pribadi.
Selang beberapa menit, tensi kecurigaan saya akan
undangan tersebut perlahan menurun. Terlebih ketika saya membaca pesan singkat
yang dikirim bersamaan dengan undangan itu. Melalui pesan singkat itu, si
pengirim mengaku bernama Angie dan menjadi salah satu bagian dari organisasi
nirlaba bernama Masyarakat Antifitnah Indonesia (MAFINDO). Lebih lanjut, Angie
si pengirim pesan menjelaskan bahwa melalui undangan elektronik tersebut
pihaknya mengundang Komisariat Mafindo Universitas Katolik Widya Mandala
Surabaya (Komindo UKWMS) untuk menghadiri acara Mafindo Antihohaks Award 2023
yang diselenggarakan pada Kamis, 31 Agustus 2023 berlokasi di Hotel Lumire,
Jakarta Pusat.
Kecurigaan saya akan undangan itu kini hilang seluruhnya.
Selain file PDF undangan elektronik, saya juga mendapatkan file PDF kerangka
acuan kegiatan. Satu per satu saya klik file-file PDF itu. Pertama tentu saja
membuka undangan. Perasaan senang menyelimuti saya ketika membaca undangan.
Betapa tidak, undangan elektronik yang saya terima ternyata memuat informasi
tentang organisasi dan komunitas-komunitas yang masuk dalam nominasi Antihoaks
Award 2023. Sebanyak 62 organisasi yang turut diundang dan masuk dalam nominasi
Antihoaks Award 2023. Sungguh menjadi momentum yang luar biasa. Komindo
bersaing dengan organisasi-organisasi hebat seperti UNESCO, Google, ICT Watch, dan
beberapa organisasi lainnya.
Satu hal yang membuat saya kecewa yakni ketika membaca
kalimat pesan dari panitia yang bunyinya kurang lebih seperti berikut:
“Kepada Bapak/Ibu, diinfokan bahwa kami tidak
menyediakan akomodasi dan tiket perjalanan”.
Awalnya saya berpikir bahwa panitia menyediakan akomodasi untuk setiap perwakilan organisasi yang diundang. Kalau ceritanya demikian, berarti saya yang mewakili Komindo UKWMS jalan gratis ke Ibukota. Bukan gratis, tetapi dibiayai panitia. Padahal, panitia memberi kebebasan kepada pihak yang diundang untuk memilih mengikuti kegiatan secara online atau secara offline di Jakarta. Hal ini berarti saya gagal mendapatkan kesempatan berkunjung ke Ibukota tanpa merogoh kocek pribadi. Alasannya, kemungkinan yang paling mungkin terjadi ialah saya akan menjadi perwakilan Komindo UKWMS yang mengikuti kegiatan tersebut secara online. Ah, sial!
“Kalau memang sudah saatnya ke Jakarta tanpa keluar biaya, semua pasti berjalan mulus..."
⸺⸻
Seusai membaca undangan, saya kemudian mencermati kerangka
acuan kegiatan sebelum akhirnya meneruskan pesan yang saya terima ke dosen
pendamping Komindo UKWMS. Selang beberapa menit, saya menerima pesan balasan
dari dosen pendamping. Tepat seperti prediksi saya, saya diminta oleh dosen
pendamping untuk memberi konfirmasi ke pihak panitia bahwa Komindo UKWMS akan
menghadiri kegiatan secara daring.
Harapan kembali tumbuh ketika dosen pendamping yang
santuy itu, kembali mengirim pesan susulan. Bunyinya begini:
“Waittt
Sy mau info ke dekan dulu
Doakan semoga fakultas support wkwkwkw”
Jujur, saya sama sekali tidak berdoa sekalipun saya
sangat berharap mendapat dukungan dari fakultas. Dalam hati saya bergumam:
“Kalau memang sudah saatnya ke Jakarta tanpa keluar
biaya, semua pasti berjalan mulus. Tidak ada kendala”.
Di tengah kesibukkan membantu bapak mengurus ternaknya,
tiba-tiba ada telepon masuk. Si penelpon adalah Merlin Apul, dosen pendamping
KOMINDO. Dengan sigap saya sejenak meninggalkan pekerjaan saya. Percakapan via
telepon itu terjadi pada tanggal 28 Agustus, tepat siang hari. Intinya,
fakultas siap support. Fakultas mengurus segala kebutuhan, mulai dari
transportasi, penginapan, termasuk uang saku. Kabar gembira itu saya sampaikan
kepada kedua orang tua. Mohon ijin sekaligus meminta pertimbangan mereka.
Kebahagiaan menjadi semakin sempurna ketika dalam bahasa daerah kami, bapak
berkata demikian:
“Kau jalan saja. Itu kesempatan bagus. Cari tiket pesawat
tanggal 30. Barang-barang biar kita antar ke kota (Ruteng, Manggarai). Kau
berangkat ke Surabaya dengan pesawat. Barang-barang kita titipkan di ekspedisi.
Supaya tidak repot”. Keputusan bulat. Saya berangkat. Maka keinginan saya untuk
kembali ke Surabaya tepat sehari sebelum kuliah tidak tercapai. Saya harus
kembali lebih awal ke kota pahlawan.
Saya diminta memilih satu mahasiswa lagi yang akan
menjadi perwakilan. Fakultas menyediakan akomodasi dan transportasi untuk dua
mahasiswa. Dilema sekali ketika harus memilih salah satu dari sekian banyak
orang keren di Komindo. Saya mulai mengingat-ingat. Sosok mana yang telah
banyak berkontribusi bagi Komindo. Pertimbangan lain, saya memilih mahasiswa
yang memang sedang tidak sibuk melancarkan urusan Pekan Pengenalan Kampus
(PPK). Beberapa mahasiswa yang saya pilih tidak bersedia. Belum lagi anggota
Komindo didominasi kaum perempuan (mahasiswi) sementara fakultas meminta agar
perwakilan Komindo yang hadir semuanya laki-laki (mahasiswa). Lalu bagaimana?
MANTAPP KESSSSS
BalasHapussiaaaaaap kessss
Hapus