Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2022

Perjalanan Pulang

Kita boleh pergi sejauh yang kita mau. Boleh berangkat sejarak yang mampu kita pandang. Tetapi suatu waktu tetap akan pulang juga. Kembali ke rumah tempat kita memulai semua. Sampai di fase perjalanan pulang, kita pasti merasa seperti selamat dari jurang. Lega seperti terbebas dari cengkeraman segala luka. Tidak ada rumah yang menolak kekurangan. Kalau ayang menolak satu dua kurang dari dirimu, maka harus berpikir logis. Itu berarti ayangmu bukanlah rumah. Ehhhhhh? Anjiiirrr. Kenapa pembahasan kita sejauh itu, Bambang? Melenceng lancang. Mari kita lanjut. Setelah dikandung selama sekitar lima tahun, Sanpio tentu saja rumah bagi saya. Dan jika kepada saya diberi pertanyaan “seperti apa Sanpio?” saya akan menjawab sesederhana ini “Sanpio adalah rumah tanpa kerikil dan duri, rumah yang jauh dari bunyi, rumah paling akrab dengan sunyi. Di Sanpio kau tidak pernah sendiri. Tidak akan dibiarkan menyendiri” Dari rumah saya berangkat pukul nol enam lewat sekian menit. Dalam perjalanan d...

05.17

:iwal le'enai, kawan bercerita paling setia Cerita pada Minggu, 17 April 2022 ketika menyambangi puncak Raja   Kami menunggu sunrise di puncak Raja. Kami berdiri di batu-batu. Batu yang bukan main kerasnya. Sumpah, aku penasaran sekali Iwal. Ini tempat sudah keren sekali meski tanpa sunrise. Tapi tidak cukup bercahaya untuk dipotret. Sudah. Kami menunggu sunrise saja.   Perjalanan ditempuh selama lebih kurang satu jam penuh. Kami berempat dari rumah. Tapi ketika tiba di dekat tempat tujuan, kami berpapasan dengan regu lain. Aku membayangkan hari ini pasti akan seru sekali. Cukara’a sunrise. Cepat nongol sudah.

Tahap ke Tahap

;Kepada Iwal, teman bercerita paling setia Iwal, beberapa waktu lalu kita baru saja menyelesaikan satu tahap hidup yang cukup parah dan kadang buat kita jadi redup. Bahagia tentu saja, Iwal. Bahagia sekali. Bahagia yang tak biasa.  Tetapi ada juga sedihnya. Ada perihnya. Bayangkan, harus berpisah dan beda jalan dengan kawan-kawan. Itu sengsara, Iwal. Tetapi mau bagaimana lagi. Toh, jumpa adalah pisah yang baru mulai. Berjumpa berarti akan berpisah.  Aku kira hidup memang begitu. Sampai hari ini sudah banyak luka, Iwal. Sudah banyak air mata yang keluar dari telaga maha ikhlas. Nanti jangan sungkan menangis. Selagi tidak ada yang tahu kita aman. Menangis sendiri adalah cara sembuhkan diri. 

Catatan Tiga April

Aku bicara blak-blakan saja. Aku termasuk orang yang tidak terlalu suka merayakan apa yang tidak perlu dirayakan. Misalnya ulang tahun dan beberapa perayaan lain.  Iwal, kau kenal aku. Dari sejak tiga april pertama aku tidak suka yang namanya merayakan ulang tahun. Ini bibir tidak pernah tiup lilin. Ini tangan tidak pernah mengangkat kue dengan tulisan "Selamat ulang tahun".  Bapak tidak pernah mengajarkan cara lain merayakan ulang tahun selain berkumpul dan berdoa bersama. Aku kira itu yang paling bahagia dari ulang tahun.  Ini hari aku didoakan yang terbaik oleh banyak orang. Oleh kawan dan mungkin saja oleh lawan. Oleh siapa saja bahkan oleh mereka yang belum aku kenal tapi mereka mengenal aku.  Terima kasih banyak kepada mereka semua. 'Semoga' yang mereka ucap adalah 'amin' yang aku lafal dalam-dalam. Berulang-ulang sampai tiba di tiga april berikut jika memang nafas masih ada. 

Cerita untuk Iwal

 Iwal, kau tentu paham. Manusia menyimpan banyak rahasia yang tak mudah dikuak.  Ada yang memilih diam meski situasi memaksa untuk berteriak tanpa memendam.  Ada yang memilih tak berontak walau keadaan memaksa memuntahkan apa yang lama diperam. Ada yang mulutnya terkatup, mata tertutup, dan telinga ditutup walau kondisi mengharuskannya berbicara, memaksanya melihat dan mendesaknya untuk mendengar.  Iwal, menangis tidak selamanya karena luka perih. Ada air mata yang jatuh karena bahagia yang tak biasa.